1.Azas dan Tujuan Telekomunikasi
Telekomunikasi diselenggarakan
berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan,
etika dan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam menyelenggarakan telekomunikasi
memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan
mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian hukum, dan
asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memprhatikan pula asas keamanan dan
kemitraan
1.1. Asas kepastian hukum berarti bahwa
pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus
didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjami kepastian hukum dan
memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara
telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
1.2. Asas kepercayaan pada diri sendiri,
dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional
secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat
meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa
dalam menghadapi persaingan global.
1.3. Asas kemitraan mengandung makna bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis,
timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan
telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,
pembangunan, dan pengoperasiannya.
2.Penyelenggaraan Telekomunikasi
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam posisi yang demikian, pelaksanaan pembinaan telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang telekomunikasi. Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga seperti ini keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi serta masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam posisi yang demikian, pelaksanaan pembinaan telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang telekomunikasi. Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga seperti ini keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi serta masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Didalam UU no.36 th.1999 terdapat pasal :
§
Pasal 2: “Telekomunikasi diselenggarakan
berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan,
kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri”
§
Pasal 3: “Telekomunikasi diselenggarakan dengan
tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.”
Setelah mengetahui pasal yang menyebutkan azas dan tujuan di
UU no.36 th.1999 disebutkan juga tentang penyelenggaraan telekomunikasi yaitu:
Pasal 7 :
Pasal 7 :
Ayat 1: “Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yaitu :
A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
B. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
C. Badan usaha swasta; atau
D. koperasi;”
A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
B. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
C. Badan usaha swasta; atau
D. koperasi;”
Ayat 2: “Penyelenggaraan
Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c,
dapat dilakukan oleh :
A. Perseorangan;
B. Instansi pemerintah ;
C. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
B. Instansi pemerintah ;
C. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi;”
3.Penyidikan, Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana
Ada dua belas ketentuan dalam undang-undang ini yang dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, yang dilakukan setelah diberi peringatan tertulis. Pengenaan sanksi adminsitrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi. Keduabelas alasan yang dapat dikenai sanksi administratif itu adalah terhadap:
3.1 Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak memberikan kontribusi dalam pelayanan;
3.2 Penyelenggara telekomunikasi tidak memberikan catatan atau rekaman yang diperlukan pengguna;
3.3 Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunkasi;
3.4 Penyelenggara telekomunikasi yang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum;
3.5 Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya;
3.6 Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosesntase pendapatan;
3.7 Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dan keperluan pertahanan keamanan negara yang menyambungkan telekomunikasinya ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya;
3.8 Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran yang menyambungkan telekomunikasinya ke penyelenggara telekomunikasi lainnya tetapi tidak digunakan untuk keperluan penyiaran;
3.9 Pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak mendapat izin dari Pemerintah;
3.10 Pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan yang saling menggaggu.
3.11 Pengguna spektrum frekuensi radio yang tidak membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi;
Dalam UU no.36 th.1999 juga terdapat pasal yang menyangkut tentang penyidikan yaitu terdapat pada pasal 44 ayat 1 dan ayat 2.
3.Penyidikan, Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana
Ada dua belas ketentuan dalam undang-undang ini yang dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, yang dilakukan setelah diberi peringatan tertulis. Pengenaan sanksi adminsitrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi. Keduabelas alasan yang dapat dikenai sanksi administratif itu adalah terhadap:
3.1 Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak memberikan kontribusi dalam pelayanan;
3.2 Penyelenggara telekomunikasi tidak memberikan catatan atau rekaman yang diperlukan pengguna;
3.3 Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunkasi;
3.4 Penyelenggara telekomunikasi yang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum;
3.5 Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya;
3.6 Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosesntase pendapatan;
3.7 Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dan keperluan pertahanan keamanan negara yang menyambungkan telekomunikasinya ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya;
3.8 Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran yang menyambungkan telekomunikasinya ke penyelenggara telekomunikasi lainnya tetapi tidak digunakan untuk keperluan penyiaran;
3.9 Pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak mendapat izin dari Pemerintah;
3.10 Pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan yang saling menggaggu.
3.11 Pengguna spektrum frekuensi radio yang tidak membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi;
Dalam UU no.36 th.1999 juga terdapat pasal yang menyangkut tentang penyidikan yaitu terdapat pada pasal 44 ayat 1 dan ayat 2.
Ayat 1 : Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.”
Ayat 2 : Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
A. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
B. Melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga
B. Melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang telekomuniksi.
C. Menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang
C. Menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang
menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
D. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
E. Melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga
D. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
E. Melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga
digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
F. Menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di
F. Menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di
bidang telekomunikasi;
G. Menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomuniksi yang
G. Menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomuniksi yang
digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
H. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
H. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang telekomunikasi; dan
I. Mengadakan penghentian penyidikan.”
I. Mengadakan penghentian penyidikan.”
Selain Undang-undang Hukum acara pidana di UU no.36 th.1999 juga disebutkan
pasal yang mengenai sanksi-sanksinya yaitu pasal 45 dan pasal 46. Untuk
ketentuan Pidana disebutkan pada pasal 47 sampai pasal 59.
Sumber : http://andrie07.wordpress.com